Ketika nama ku terpanggil dan dinyatakan lulus dari jenjang SMP di sekolah ini.
Tiba-tiba suara di antara kerumunan itu memanggilku dan membuat beban itu tak jadi menguap, bahkan seperti tengah menutup kemungkinan akan hilang nya kekhawatiran.
Tiba-tiba suara di antara kerumunan itu memanggilku dan membuat beban itu tak jadi menguap, bahkan seperti tengah menutup kemungkinan akan hilang nya kekhawatiran.
"Risa, sebelum nya maaf, Ibu tau kalau Risa itu anak yang pandai. Tapi Ris, nilai-nilai mu akhir-akhir ini membuat banyak orang cemas termasuk lembaga beasiswa sekolah kita. Mereka cemas jika beasiswa ini tidk tepat sasaran karna nilai-nilai mu yang jatuh," kata bu Guru pelan. Mimik muka dari ku pun berubah tegang, bulir-bulir kaca di mata ku mulai terpantulkan sinar matahari.
"Sekarang ibu tanya, Risa masih ingin melanjutkan sekolah dan mendapat beasiswa kan ?" tanya bu Guru dengan lembut kepadaku.
"Iya bu, Risa tidak ingin menambah pikiran orang tua Risa lagi. Biarlah uang yang mereka kumpulkan untuk adik-adik Risa, Risa tidak ingin merepotkan kedua orang tu Risa bu," Jawab ku hingga akhirnya pecahlah bulir-bulir kaca itu dan mengalir butir-butir air mata ku.
"Iya anak ku, tetapi ini sudahlah konsekuensi dari apa yang sudah terjadi. Jadi keputusan kami adalah.." lanjut bu Guru sambil ikut terharu dan merasa tidak enak dengan keadaan ku yang pucat.
"Sekolah akan memberikan mu sertifikat lulus ini, asal nanti di semester pertama ini kamu mampu mendapat nilai yang baik dan mengikuti ujian ulang pada ujian kelulusan ini, kamu paham Risa ?" tanya bu Guru dengan lembut.
"Iya bu, terima kasih" jawab ku disusul dengan pelukan hangat dari bu Guru itu lalu kemudian ia pamit dan meninggalkan ku yang saat itu tengah kebingungan. Kebingungan ini membuatku sesaat lupa bahwa ada sahabatku di sana. Terbesit sebuah pemikiran konyol ku tentang sahabat ku ini dan tidak sengaja pikiran itu pun keluar.
"Seandai nya kamu itu satu angkatan sama aku Nan, mesti kamu bisa ngajarin aku. Tapi kamu baru kelas 3 SMP ding. Aku bingung, jangankan untuk membayar orang mengajari ku, untuk makan apa besok aja aku dah bingung Nan," kata ku terkesan memaksakan diri tuk bercanda namun ternyata memang air mata ku ini tak bisa berhenti mengalir. Keheningan menyelimuti kami, Adnan tidak membalas candaan ku itu, ia hanya terdiam sampai kami terpisah.
"assalamualaykum Adnan,"
"Wa Alaykum salam Risa," Kami saling berucap salam dan berpisah. Kesedihan ini dan reaksi yang dibuat oleh Adnan membuatku berpikir, "Kenapa ya dia hanya diam saja, apakah dia tidak memikirkanku ? Apakah ia tidak peduli ? Bahkan tadi dia tidak menghiburku," Pertanyaan-pertanyaan ku ini menjadi bunga-bungan hitam yang kubawa hingga tidurku.
"Wa Alaykum salam Risa," Kami saling berucap salam dan berpisah. Kesedihan ini dan reaksi yang dibuat oleh Adnan membuatku berpikir, "Kenapa ya dia hanya diam saja, apakah dia tidak memikirkanku ? Apakah ia tidak peduli ? Bahkan tadi dia tidak menghiburku," Pertanyaan-pertanyaan ku ini menjadi bunga-bungan hitam yang kubawa hingga tidurku.
"Ahh, Apakah aku mampu menantang sinar matahari esok dengan keadaanku saat ini ?"
~Bersambung~
Subhanalloh ms luthfenk, bagus banget ini cerita nya ;) tapi mana ini lanjutannya? hehe farah tunggu lho ya..
BalasHapuswah nek tak gawe cerita tentang adnan rifai mung ngakak isinya....wakakakakak,semoga saya adnan yang tidak membuat nama baik adnan2 yang lain menjadi buruk...:D
BalasHapusdek Farah: insya Alloh nyari waktu yang pas dek :D
BalasHapusAdnan: Hahaha. :D
Amiin nan, tur neg buat kisah tntang njenengan ki yo luar biasa kok :)