Aku bukanlah orang yang luput dari warna itu.
Warna yang kalian beri nama "gagal".
Warna yang kerap kali terlihat gelap.
Warna yang menempel pada warna cerah kita yang lainnya.
Kawan.
Begitu sering aku merasakan sebuah kegagalan.
Ketika ku berkata-kata buruk.
Maka, Saat itulah aku telah gagal.
Aku telah gagal bersyukur pada NYA atas lidah yang telah ia berikan padaku.
Ketika ku menghirup udara segar tanpa mengingat DIA
Maka, saat itulah aku gagal.
Aku telah gagal dalam bersyukur atas kehidupan yang telah Ia berikan.
Lantas apakah semua hanya berakhir ?
Berakhir sebagai Luthfi yang tak tahu bagaimana cara IA bersyukur ?
Tidak kawan.
Kegagalan ini kurasa agar ku tahu.
Betapa pahit nya ia ku rasa.
Ketika lidah salah ucap dan menyakiti saudaraku yang lain.
Ketika hidup tak bermanfaat bagi orang lain.
Aku telah tahu rasa itu kawan.
Dan saksikanlah !
Betapa setelah ku tahu pahit itu.
Aku lebih dapat menikmati Keberhasilan.
Betapa nikmatnya lidah ini ketika ia berkata benar.
Betapa nikmatnya hidup ini ketika ia mampu bermanfaat bagi orang lain.
Ya, betapa kegagalan itu datang bukan sebagai warna gelap.
Namun ia justru memperjelas warna cerah.
Agar kita mampu lebih melihat dengan jelas.
Laksana kacamata bagi mata yang telah kabur.
Agar aksi dan perbuatan dapat lebih terarah dan tak mengulangi kegagalan yang telah ia perbuat.
Sekali lagi.
Kalian sebut itu kegagalan ataupun keberhasilan.
Semua tergantung pada "kacamata" kita dan seberapa hebat raga kita beraksi akannya.
"Suatu hal yang gagal ya itu namanya Gagal, tapi itu akan menjadi sepenuh nya gagal apabila kita hanya mampu tuk menyesali nya tanpa mengambil pelajaran sama sekali. Bukankah pahitnya kegagalan tercipta agar nantinya kita mampu merasakan betapa nikmatnya sebuah keberhasilan ? Semua tergantung dari kacamata apa kita melihatnya dan sehebat apa raga bereaksi akan nya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar