"Aku nggak mau melakukan hal itu, aku nggak mau Fian!" Bentak seorang gadis dengan penuh ketegasan hingga mampu membuat sirna suasana hening di belakang sekolah berbentuk bangunan sederhana itu. Dengan penuh rasa benci, dia menatap lekat-lekat pria yang ada di hadapannya itu.
"Kamu sekarang aneh! Sudah nggak mau nurut sama aku lagi ya!" Bentak pria lawan bicara nya tak kalah garang itu. Pria itu sekarang gantian menatap wajah gadis itu, sebuah tatapan yang sangat mengancam.
Entah apa dan siapa yang memulai, pertengkaran hebat antara mereka berdua, Alfian dan Hafitsah ini pun terjadi. Pertengkaran yang membuat seekor semut yang ingin lewat sekali pun lebih memilih untuk mencari jalan memutar. "Mending jauh lah aku jalannya daripada ntar jadi ikut-ikutan," mungkin itu yang dibilang si semut jika suara nya bisa didengar sama manusia.
Dengan Kesal Alfian pergi meninggalkan Hafitsah. Sebelum pergi, Alfian menyalahkan Hafitsah dengan penuh kebencian yang mendalam. Hafitsah yang menerima umpatan itu hanya bisa bersabar. "Alfian, saya harap kamu akan tahu yang mana yang haq dan yang mana yang bathil," doa dari Hafitsah yang tulus untuk Alfian sekaligus sebagai awal lembaran baru yang akan mereka berdua torehkan dalam hidup mereka.
"Wah sial bener tu cewek! Emang nya hanya dia cewek yang ada di dunia ini!" Kesal Alfian dalam hati. Tiba-tiba terdengar iqomat berkumandang dari masjid sekolahnya. Seiring dengan hembusan angin yang menyejukkan hati, Alfian merasakan sebuah keinginan untuk segera memenuhi seruan yang ia dengar itu. Dia melangkah kan kaki nya menuju ke masjid. Ia lalu mengambil air wudhu itu dan ikut dalam jamaah menegakkan sholat di atas bumi Alloh tersebut. Dalam sholatnya, Alfian berpikir tentang desiran apa ini yang ada di hati nya. Desiran yang begitu menyejukkan, yang seperti sudah sejak lama ia rindukan. Entah kenapa ingin dia duduk berlama-lama di masjid sampai jamaah yang lainnya sudah tidak ada lagi yang tinggal. Di tengah kesendirian nya itu, terbesit rasa bersalah terhadap Hafitsah.
Belum sempat ia ingin menepis rasa bersalah itu, tiba-tiba entah dari mana, ia melihat sosok kakek-kakek yang buruk rupa nya dan jorok pakaiannya yang spontan membuat Alfian merasa jijik. Tapi entah ada apa, Alfian tak bisa begerak dari tempat duduk nya.
Belum sempat ia ingin menepis rasa bersalah itu, tiba-tiba entah dari mana, ia melihat sosok kakek-kakek yang buruk rupa nya dan jorok pakaiannya yang spontan membuat Alfian merasa jijik. Tapi entah ada apa, Alfian tak bisa begerak dari tempat duduk nya.
"Ngger, jaman saiki kuwi jaman e wis berubah. Jarene saiki jeneng e wis JAMAN EDAN. Lha wong sing tuwo ora iso dadi contho ! lan cah nom saiki wis ora toto meneh urip e. Wis do miturut hawa nafsune dewe-dewe. Cah nom opo meneh wis arang sing njagi kesucian e dewe-dewe. Wis jaman ku wis dirusak koyo ngene, lha kok yo iso do ngomong neg ora melu edan kuwi ora bakal komanan. Piye to iki cah bagus cah bagus?" Kata kakek tua itu dengan ekspresi sedih yang menakutkan. Alfian yang mendengarkan hal itu pun sontak kaget. Seakan dia tak kuasa lagi menahan sindiran yang begitu mengena untuknya. Karna dia pun tak luput dari anak muda yang dimaksud oleh kakek tua itu. Spontan dari mulut Alfian terdengar suara, "Kulo nggih ngeten niku kek," jawab Alfian pasrah dan terdengar penyesalan. Lalu dia teringat akan adegan tadi sore yang ternyata saat itu Alfian tengah mengajak Hafitsah melakukan hal yang dapat merampas kesucian mereka. Mendengar jawaban Alfian itu tiba-tiba ekspresi kakek itu berubah sangat mengerikan. Bola mata nya naik ke atas hingga tinggal menyisakan mata nya yang berwarna putih.
"Kowe ! Kowe yo melu ngrusak ! Kowe sing ngrusak alam ku iki ! Kowe yo kudu melu tanggung jawab !" Bentak kakek itu sambil mencoba mencekik Alfian dengan penuh amarah. Alfian mencoba melepaskan diri dari cekikan kakek tua itu. Di saat nafas nya sudah naik turun tak karuan dan keringat dingin mengucur dari seluruh tubuhnya, tiba-tiba dia tersadar dan ternyata tengah duduk sambil terdiam di masjid itu. Dengan nafas tersengal-sengal dia langsung berlari menuju rumah nya.
Setelah nafas nya sudah mulai teratur Alfian pun berpikir, "Ya Alloh, kejadian apa itu tadi ? Apakah memang aku termasuk pemuda yang merusak jaman ini ?" Tanya Alfian dalam hati. Pertanyaan ini terus menerus menghantuinya hingga ia keluar dari masjid dan berjalan menuju rumahnya.
BERSAMBUNG
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar